JAKARTA – Dalam Islam, tidak semua bentuk maksiat memiliki tingkatan yang sama. Al-Qur’an dan Sunnah secara tegas membedakan antara dosa besar (kabair) dan dosa kecil (shaghair). Hal ini juga merupakan kesepakatan para ulama salaf. Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata: “والذنوب تنقسم إلى صغائر وكبائر، بنصّ القرآن والسنة، وإجماع السلف، وبالاعتبار”“Dosa-dosa terbagi menjadi dosa kecil dan dosa besar, sebagaimana ditegaskan dalam Al-Qur’an, Sunnah, ijma’ para salaf, dan juga berdasarkan pertimbangan akal.”(Madarijus Salikin) Para ulama menyebutkan bahwa dosa besar memiliki ciri khusus, seperti disertai ancaman neraka, kemurkaan Allah, laknat, atau hukuman had. Ali bin Abi Thalhah rahimahullah berkata: “هي كل ذنب ختمه الله بنار ، أو غضب ، أو لعنة ، أو عذاب”“Setiap dosa yang diakhiri oleh Allah dengan ancaman neraka, murka, laknat, atau azab, itulah dosa besar.” Adh-Dhahhak rahimahullah juga menjelaskan: “هي ما أوعد الله عليه حدا في الدنيا، أو عذابا في الآخرة”“Dosa besar adalah setiap dosa yang Allah ancam dengan hukuman had di dunia, atau azab di akhirat.” Khamr Termasuk Maksiat dengan Dosa Besar Contoh dosa besar yang jelas disebutkan dalam Al-Qur’an adalah meminum khamr. Allah ﷻ berfirman: يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْأَنْصَابُ وَالْأَزْلَامُ رِجْسٌ مِّنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ“Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya (meminum) khamr, berjudi, (berkorban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah adalah perbuatan keji dari perbuatan setan. Maka jauhilah itu agar kamu beruntung.” (QS. Al-Ma’idah: 90) Ayat ini menyebut khamr sebagai rijs (najis dan keji), dan perintah fajtanibuuhu (jauhilah itu) menunjukkan pengharaman yang tegas. Maka, tidak diragukan lagi bahwa khamr adalah maksiat besar yang berdampak dunia dan akhirat. Disarikan dari: https://bimbinganislam.com/kita-hanya-berbeda-dalam-memilih-maksiat-sebuah-ucapan-yang-perlu-dikaji-ulang/ https://www.youtube.com/watch?v=95oNNIF6zJA
HUKUM MEMANDANG ANAK PEREMPUAN KECIL
JAKARTA – Pertanyaan tentang hukum memandang anak perempuan kecil sering muncul di tengah masyarakat, terutama dalam kehidupan sehari-hari yang melibatkan pengasuhan dan interaksi keluarga. Dalam Islam, masalah ini telah dibahas secara rinci oleh para ulama, khususnya dalam mazhab Syafi‘i. Dan ternyata, pendapat ulama dalam hal ini tidaklah tunggal. Berikut Penjelasan Lengkap Hukum Memandang Anak Perempuan: Imam Ar-Rafi‘i rahimahullah menyebutkan bahwa terdapat dua pendapat dalam masalah ini. Namun, pendapat yang lebih kuat (al-aṣaḥ) menurut beliau adalah boleh memandang anak perempuan kecil, baik pada bagian aurat maupun selainnya, selama tidak melihat langsung kemaluannya (farj). Artinya, batasan utama dalam kebolehan ini terletak pada bagian farj, bukan seluruh tubuh secara umum. Imam An-Nawawi rahimahullah kemudian menegaskan bahwa Ar-Rafi‘i memutuskan haramnya melihat kemaluan anak perempuan kecil. Bahkan, sebagian ulama menyatakan bahwa hal itu telah menjadi ijma’ (kesepakatan). Namun, kenyataan menunjukkan bahwa memandang anak perempuan kecil dalam kondisi tertentu ternyata tidak disepakati secara mutlak. Qadhi Husain rahimahullah, seorang ulama Syafi‘iyyah lainnya, justru secara tegas membolehkan memandang anak perempuan kecil yang belum memiliki syahwat, bahkan termasuk melihat kemaluannya, begitu pula anak laki-laki kecil. Pendapat ini juga ditegaskan oleh Al-Marwazi, khususnya dalam konteks anak laki-laki. Imam Al-Mutawalli rahimahullah menambahkan bahwa sejak zaman dahulu masyarakat bersikap longgar terhadap hal ini dan tidak menganggapnya sebagai pelanggaran. Karenanya, menurut beliau, pendapat yang lebih kuat adalah boleh memandang anak perempuan kecil, selama belum mencapai usia tamyiz. Namun, perlu digarisbawahi bahwa kebolehan ini hanya berlaku sampai anak mencapai usia tamyiz, yaitu saat anak mulai menyadari auratnya dan merasa malu jika terlihat oleh orang lain. Ketika sudah tamyiz, maka hukum auratnya seperti orang dewasa: wajib ditutup dan tidak boleh dilihat. Kesimpulannya, memandang anak perempuan kecil yang belum tamyiz diperbolehkan dalam batas tertentu dan selama tidak disertai syahwat, serta tidak melihat langsung bagian kemaluannya. Setelah anak mulai sadar akan aurat, maka pandangan pun harus dijaga sesuai dengan tuntunan syariat. Wallahu a‘lam. (Disarikan dari:https://rumaysho.com/39863-pandangan-laki-laki-kepada-perempuan-hukum-dan-batasannya.html, penjelasan para ulama mazhab Syafi‘iyyah) https://www.youtube.com/watch?v=PlGs30Ooxx8