
JAKARTA – Metode berdakwah dalam Islam merupakan cara-cara yang dilakukan untuk menyampaikan ajaran agama kepada umat dengan tujuan mengajak mereka ke jalan yang diridhai Allah. Al-Qur’an dan sunnah memberikan pedoman tentang metode dakwah yang efektif.
Berikut Metode Dalam Berdakwah yang Sesuai:
Pertanyaan:
Berdasarkan pengalaman Syekh yang sudah lama dalam dunia dakwah, cara seperti apakah yang menurut Syekh paling tepat untuk berdakwah?
Jawaban:
Caranya ialah sebagaimana yang dicontohkan oleh Allah ‘azza wa jalla di dalam Al-Qur’an dan apa yang dicontohkan oleh Nabi-Nya shallallahu’alaihi wa sallam dalam sunnahnya. Itu sudah sangat jelas.
Allah ta’ala berfirman,
﴿ ادعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالحِكْمَةِ وَالْمَوعِظَةِ الحَسَنَةِۖ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ ﴾
“Serulah manusia kepada jalan Rabb-mu dengan penuh hikmah dan nasihat yang baik. Bantahlah mereka dengan cara yang paling baik.”[1]
Dalam ayat lain disebutkan,
﴿ فَبِمَا رَحْمَةٍ مِّنَ اللهِ لِنْتَ لَهُمْۖ وَلَو كُنْتَ فَظًّا غَلِيظَ القَلْبِ لَانْفَضُّوا مِن حَولِكَ ﴾
“Dikarenakan berkat rahmat Allah, maka engkau (wahai Nabi) dapat berlaku lemah lembut terhadap mereka. Jikalau engkau bersikap keras lagi berhati kasar, niscaya mereka akan menjauhkan diri darimu.”[2]
Disebutkan dalam kisah Nabi Musa dan Harun, ketika Allah memerintahkan mereka berdua untuk menemui Fir’aun,
﴿ فَقُولَا لَهُ قَولًا لَّيِّنًا لَّعَلَّهُ يَتَذَكَّرُ أَو يَخْشَى ﴾
“Kalian berdua sampaikanlah (kebenaran) kepada Fir’aun dengan perkataan yang lemah lembut, semoga saja dia mau sadar atau merasa takut.”[3]
Jadi, seorang dai yang menyeru manusia ke jalan Allah hendaknya menggunakan cara yang terbaik lagi bijaksana, yaitu memiliki ilmu tentang apa yang telah Allah firmankan dan apa yang disebutkan dalam hadis-hadis Nabawi asy-syariif.
Setelah itu, sampaikanlah nasihat dengan bahasa yang baik, perkataan yang lemah lembut, dan sebisa mungkin yang menyentuh hati, yang bisa mengingatkan pada kehidupan akhirat, yaitu mengenai surga dan neraka. Dengan demikian, hati manusia bisa menerimanya dan memperhatikan apa yang disampaikan oleh seorang dai.
Hal ini juga berlaku bagi orang yang dibayangi oleh keraguan ketika sedang didakwahi. Sudah seharusnya seorang dai menghadapi permasalahan seperti ini dengan cara yang baik dan berusaha menghilangkan keraguannya dengan cara yang lembut, bukan dengan kekerasan, yaitu membongkar keraguannya dengan membawakan dalil-dalil yang akan mengikis habis sesuatu yang membuatnya ragu dalam kebenaran.
Dalam kasus yang seperti ini, hendaknya seorang dai tidak gampang bosan ketika menghadapinya, tidak patah semangat dan tidak mudah terpancing emosi (marah). Sebab, yang demikian itu bisa membuat orang lain berpaling dari dakwahnya, namun hendaknya ia terus menyampaikan dakwah dengan cara yang sesuai dengan kondisi beserta penjelasan yang gamblang dan berdasarkan dalil-dalil yang tepat.
Di samping itu, hendaknya seorang dai perlu tabah ketika menghadapi kemungkinan munculnya emosi orang yang didakwahinya, dengan cara demikian, mudah-mudahan ia bisa menerima nasihat yang disampaikan dengan sopan santun dan penuh kelembutan. Mudah-mudahan dengan dakwah yang seperti itulah Allah memudahkannya untuk menerima kebenaran.
Sumber:
Khalid bin Abdurrahman al-Juraisy, al-Fataawaa asy-Syar’iyyah fii al-Masaa-il al-‘Ashriyyah min Fataawaa ‘Ulamaa al-Balad al-Haraam, Bab: ad-Da’wah ilallaah ta’aalaa no. 1, hal. 819 (Cet. Pertama, th. 1999M/1420H), disampaikan oleh Syekh Bin Baz, Majaalah al-Buhuuts, edisi ke-40, hal. 145-146.
Alih Bahasa:
al-Faqiir Abu Yusuf Wisnu Prasetya, S.H
[1] QS. An-Nahl: 125.
[2] QS. Ali Imran: 159.
[3] QS. Thaha: 44.