WAKTU SUBUH DITANDAI DENGAN TERBITNYA FAJAR

WAKTU SUBUH DITANDAI DENGAN TERBITNYA FAJAR

JAKARTA – Waktu Subuh yang ditandai dengan terbitnya fajar merupakan penanda dimulainya ibadah puasa. Namun masih banyak yang bertanya-tanya, bagaimana hukumnya masih melaksanakan sahur saat muazin mengumandangkan azan.

Berikut Ialah Tanya-Jawab Makan Sahur Ketika Subuh Berkumandang:

Pertanyaan:

Apa hukumnya makan dan minum ketika muazin mengumandangkan azan atau sesaat setelah azan, terlebih lagi jika terbitnya fajar tidak diketahui dengan pasti?

Jawaban:

Batas waktu yang mengharuskan orang berpuasa dari makan dan minum ialah ketika terbitnya fajar. Hal ini berdasarkan firman Allah ta’ala berikut,

﴿ فَالئـــٰـنَ بَاشِرُوهُنَّ وَابْتَغُوا مَا كَتَبَ اللهُ لَكُمْۚ وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الخَيطُ الأَبْيَضُ ﴾

“Maka, sekarang campurilah mereka dan carilah apa yang telah ditetapkan untuk kalian, dan makan minumlah kalian sampai terlihat jelas benang putih dari benang hitam, yaitu fajar.”[1]

Demikian pula yang disebutkan dalam hadis, bahwa Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,
كُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يُنَادِيَ ابنُ أُمِّ مَكْتُومٍ.

“Makan dan minumlah kalian sampai Ibnu Ummi Maktum mengumandangkan azan.”

Perawi hadis ini menyebutkan, bahwa Ibnu Ummi Maktum adalah seorang lelaki yang buta. Dia tidaklah mengumandangkan azan melainkan jika sudah ada orang yang memberitahunya dengan mengatakan, “Engkau telah masuk pada waktu Subuh, engkau telah masuk waktu Subuh.”[2]

Jadi, tandanya adalah terbitnya fajar. Apabila muazinnya dikenal tepat waktu, dan tidak pernah mengumandangkan azan melainkan setelah terbit fajar (amanah), maka siapa saja yang mendengar azannya harus menahan diri dari hal-hal yang bisa membatalkan puasanya.

Jika muazinnya seringkali mengumandangkan azan berdasarkan perkiraan, maka orang yang sedang makan (sahur) alangkah baiknya menghentikan aktivitas makannya (sebagai bentuk kehati-hatian), namun apabila posisinya berada di dataran luas serta mampu menyaksikan fajar dengan jelas (dan ternyata azan yang ia dengar terlalu cepat alias tidak tepat pada waktunya), maka boleh baginya untuk melanjutkan makan sampai benar-benar melihat fajar dengan jelas, karena Allah telah menetapkan hukum ini dengan ketentuan bergantinya malam ke siang yang ditandai oleh terbitnya fajar.

Sebagaimana yang disebutkan dalam hadis, bahwa Nabi shallallahu’alaihi wa sallam bersabda mengenai azannya Ibnu Ummi Maktum,

فَإِنَّه لَا يُؤذِّن حَتَّى يطلُعَ الفَجْرُ.

“Bahwa ia tidaklah azan melainkan pada waktu Subuh.”[3]

Perlu saya ingatkan di sini mengenai permasalahan yang seringkali dilakukan oleh sebagian muazin, bahwa ketika ada di antara mereka mengumandangkan azan sekitar empat sampai lima menit sebelum terbitnya fajar, dengan alasan sebagai bentuk kehati-hatian bagi yang akan berpuasa.

Ketahuilah, bahwa sikap kehati-hatian semacam ini merupakan perbuatan yang berlebihan, bukan kehati-hatian yang syar’i. Nabi shallallahu’alaihi wa sallam pernah mengingatkan,
هَلَكَ الْمُتَنَطِّعُونَ

“Binasalah orang-orang yang berlebihan!”[4]

Maksudnya ialah kehati-hatian yang bukan pada tempatnya. Mereka berniat melakukan sesuatu agar orang-orang yang berpuasa berhati-hati namun malah membuat kerusakan dalam ibadah salat (yaitu dengan azan yang lebih awal). Ada di antara kaum muslimin yang mendengarkan azan langsung menunaikan salat Subuh, jika keadaannya demikian, berarti dia telah menunaikan salat Subuh bukan pada waktunya, padahal mengerjakan salat sebelum waktunya hukumnya tidak sah. Jika demikian, berarti para muazin tersebut telah menimbulkan petaka bagi orang-orang yang salat.

Selain itu, perbuatan semacam ini juga merupakan bentuk keburukan bagi yang hendak berpuasa, karena adanya azan tersebut dapat menghalangi seseorang yang hendak berpuasa dari makan dan minum (di waktu sahur), padahal aslinya di waktu itu masih diperbolehkan. Jika demikian, berarti para muazin tersebut telah berbuat dosa kepada orang-orang yang hendak berpuasa, karena telah mencegah mereka dari apa yang dihalalkan oleh Allah, dan berbuat dosa kepada orang-orang yang menunaikan salat Subuh, karena telah menyebabkan mereka salat bukan pada waktunya, di mana hal ini menyebabkan salat mereka tidak diterima.

Oleh karena itu, hendaknya para muazin bertakwa kepada Allah ‘azza wa jalla serta berhati-hati dengan cara yang benar, sesuai Al-Qur’an dan As-Sunnah.

Sumber:
Khalid bin Abdurrahman al-Juraisy, al-Fataawaa asy-Syar’iyyah fii al-Masaa-il al-‘Ashriyyah min Fataawaa ‘Ulamaa al-Balad al-Haraam, Bab: Puasa, no. 7, hal. 281-283 (Cet. Pertama, th. 1999M/1420H), dan Kitaab ad-Da’wah, hal. 5, Ibnu Utsaimin, hal. 2/146-148.

Alih Bahasa:
Abu Yusuf Wisnu Prasetya, S.H

[1] QS. Al-Baqarah: 187.
[2] HR. Al-Bukhari, no. 617 dan Muslim, no. 1092.
[3] HR. Al-Bukhari, no. 1919 dan Muslim, no. 1092.
[4] HR. Muslim, no. 2670.

Related Posts

  • All Post
  • Doa-Doa
  • Kajian Islam
  • Khotbah Jumat
  • Muamala
  • Tanya Ulama
    •   Back
    • Akhlak
    • Fiqih
    • Hadis
    • Sirah Sahabat
    • Tafsir
    • Umum
    •   Back
    • Allah
    • Malaikat
    • Kitab
    • Rasul
    • Hari kiamat
    • Takdir
    •   Back
    • Sholat
    • Zakat
    • Puasa
    • Haji (Umrah)
    •   Back
    • Rukun Islam
    • Rukun Iman
    • Umum
    • Sholat
    • Zakat
    • Puasa
    • Haji (Umrah)
    • Allah
    • Malaikat
    • Kitab
    • Rasul
    • Hari kiamat
    • Takdir
Edit Template

Yuk Subscribe Kajian Sunnah

You have been successfully Subscribed! Ops! Something went wrong, please try again.

Popular Posts

No Posts Found!

Trending Posts

No Posts Found!

© 2024 Kajiansunnah.co.id